Musyawarah
Menurut Kitab Ta’lim Muta’lim Karangan Syekh Az-Zarnuji dan Etika Musyawarah
Menurut Islam.
Abu Hanifah berkata: Saya mendengar salah seorang ahli hikmah Samarkand berkata: Ada salah seorang pelajar yang mengajakku bermusyawarah mengenai masalah-masalah mencari ilmu, sedang ia sendiri telah bermaksud ke Bochara untuk belajar disana.
Demikianlah, maka seharusnya pelajar suka bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi. demikian, karena Allah Swt memerintahkan Rasulullah Saw. Agar memusyawarahkan segala halnya. Toh tiada orang lain yang lebih pintar dari beliau, dan masih diperintahkan musyawarah, hingga urusan-urusan rumah tangga beliau sendiri.
Ali ra berkata : "Tiada seorangpun yang rusak karena musyawarah", Ada dikatakan : "Satu orang utuh, setengah orang dan orang tak berarti. Orang utuh yaitu yang mempunyai pendapat benar juga mau bermusyawarah; sedang setengah orang yaitu yang mempunyai pendapat benar tetapi tidak mau bermusyawarah, atau turut bermusyawarah tetapi tidak mempunyai pendapat; dan orang yang tidak berarti adalah yang tidak mempunyai pendapat lagi pula tidak mau ikut musyawarah." Kepada Sufyan Ats-Tsuriy, Ja'far Ash-Shodik ra berkata: "Musyawarahkan urusanmu dengan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah."
Menuntut ilmu adalah perkara paling mulya, tetapi juga paling sulit. Karena itulah, musyawarah disi lebih penting dan diharuskan pelaksanaannya.
Al-Hakim berucap : "Jikalau engkau pergi ke Bochara, janganlah engkau ikut-ikut perselisihan para imam. Tenanglah lebih dulu selama dua bulan, guna mempertimbangkan dan memilih guru. Karena bisa juga engkau pergi kepada orang alim dan mulai belajar kepadanya, tiba-tiba pelajarannya tidak menarik dan tidak cocok untukmu, akhirnya belajarmupun tidak dapat berkah. Karena itu, pertimbangkanlah dahulu selama dua bulan untuk memilih gurumu itu, dan bermusyawarahlah agar tepat, serta tidak lagi ingin berpindah ataupun berpaling dari guru tersebut. Dengan begitu, engkau mendapat kemantapan belajar di situ, mendapat berkah dan banyak kemampaatan ilmu yang kamu peroleh."
Setiap organisasi memiliki adat dan kebiasaan dalam pengambilan keputusan sesuai dengan aturan dan tertib organisasi yang telah menjadi kesepakatan bersama. Musyawarah bisa dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi, berdasarkan pada kepentingan bersama dengan semangat kebersamaan dan kejujuran. Tujuan musyawarah adalah untuk mencapai titik temu diantara perbedaan pendapat dalam rangka menerapkan keputusan berasama secara santun dan bersahabat. Sebagaimana ayat diatas, 3 kata kunci yang menjadi landasan dalam bersikap yaitu : lemah lembut, pemaaf, dan mohon ampunan. Lemah lembut berarti berpendapat secara santun, menghormati semua peserta musyawarah, pemaaf berarti bisa berbeda pendapat dengan orang lain, dan memohon ampunan berarti mengakui bahwa hakekat kebenaran hanya pada Allah Swt.
Menurut Ali bin Abi Thalib ada tujuh hal penting yang terkait dengan musyawarah, yakni mengakomodir pendapat, mengambil kesimpulan yang benar, menjaga adanya khilaf atau kekeliruan, menghindari celaan, menciptakan stabilitas emosi, mengusahakan keterpaduan hati, dan mengikuti atsar.1. Sebelum bermusyawarah, minimal satu atau dua hari sebelum musyawarah berlangsung, maka setiap peserta musyawarah secara pribadi, saling memohonkan maghfiroh/ampunan untuk dirinya dan untuk peserta musyawarah lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar